Teungku shkh muhammad waly al-khalidy atau lazim
dikenal sebagai abuya muda wali al-khalidy, merupakan seorang ulama besar aceh
yang berpengaruh karena keteguhan ilmunya. Beliau mampu mewariskan ilmunya
sehingga melahirkan ulama-ulama besar lainnya di Aceh dan Nusantara.
Beliau dilahirkan di Gampong Blang Baroh Kecamatan
Labuhan Haji, Aceh Selatan pada tahun 1917, nama kecilnya Muhammad Waly. Beliau
merupakan putra bungsu dari Syekh Muhammad Salim bin Malin Palito yang berasal
dari Padang, Sumatra Barat.
Pertama kali Syekh Muhammad Salim datang ke Aceh
Selatan sebagai da’i dan guru agama, setelah beberapa tahun menetap, Syekh
Muhammad Salim menikah dengan Janadat, puteri Keuchik Nyak Ujud, salah seorang
kepala gampong Kota Palak Kecamatan Labuhan Haji.
Sejak kecil Abuya telah memperlihatkan sifat
keualamaanya. Beliau sangan mencintai dakwah dan gemar mempelajari ilmu-ilmu
keislaman.mulanaya beliau memperoleh pengetahuan dasar ilmu keislaman dari
orang tuanya. Pada usia tujuh tahun, Abuya menuntut ilmu di Vervolk School,
Kuta Trieng. Sebuah sekolah Belanda yang pada dasarnya diperuntukkan bagi
bangsawan. Beliau belajar di sekolah tersebut selama satu tahun.
Abuya Muda Waly seorang yang haus ilmu. Ia melanjutkan
pendidikannya kedayah-dayah di luar dan dalam Aceh Selatan. Tahun 1926, pada
saat beliau baru berumur 9 tahun, Muhammad Waly belajar di Dyah Al-Jami’atul
Khairiah Lbuhan Haji selama empat tahun. Saat usia beliau 13 tahun, Muhammad
Waly melanjutkan pendidikan ke Dayah Bustanul Huda di Blangpidie, Aceh Barat
Daya.
Kemudian Muhammad Waly melanjutkan pendidikan ke
dayah-dayah di Aceh Besar. Mulanya beliau belajar di Dayah Meunasah Blang di
bawah pimpinan Teungku Haji Hasn Krueng Kalee, kemudian belajar Alquran di
Dayah Hasbi’ayah Indrapuri, pimpinan
Teungku Haji Hasballah Indrapuri.
Setelah beberapa tahun belajar di dayah-dayah Aceh
Besar, Muhammad Waly bersama beberapa pelajar lainnya dikirim ke Normal Islam
di Padang oleh Atjeh Studi Fond, sebuah yayasan yang bergerak dibidang
pendidikan. Saat berada di Padang inilah, beliau mulai menyampaikan dakwah di
mesjid dan surau. Beliau juga berkesempatan berkenalan dengan ulama-ulama besar
Minangkabau.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, penyebaran dakwah
Muhammad Waly mulai mendapat perhatian dari masyarakat. Berkat pemahaman ilmu
keislaman beliau yang mendalam, Muhammad Waly diangkan menjadi pengajar di
dayah yang dipimpin oleh Insyik Muhammad Jamil Jaho. Di dayah ini pula beliau
mengakhiri masa lajangnya dengan menikah Siti Rabi’ah, putri Insyik Muhammad
Jamil Jaho.
Bersama sang isteri pada tahun 1939 Muhammad Waly
menunaikan ibadah haji, sebelumnya beliau juga sempat belajar tareqat pada
Syekh Abdul Gany Kampari di Batu Basurek Bangkinang Riau. Selama satu tahun di
tanah suci, beliau sempat belajar pada syeikh Al-Maliki, ulama besar Mesjidil
Haram sampai beliau mendapatkan ijazah.
Dari Mekkah, Muhammad Waly pulang ke Aceh Selatan,
kemudian beliau mengunjungi keluarga di Padang.
Setelah kembali dari Padang dan menetap di Labuhan
Haji, beliau mendirikan Dayah Darussalam Labuhan Haji pada tahun 1941. Lokasi
Dyah Darussalam ini dibangun ditempat bersamaan dengan dayah ayahnya, Syeikh
Haji Muhammad Salim.
Muhammad Waly menerapkan dua sistem di Dayh Darussalam
Labuhan Haji. Pertama dengan sistem Qadim, sistem pendidikan yang telah
dijalankan oleh generasi sebelumnya. Sistem ini menekankan kitab dibaca sampai
khatam, tugas guru hanya membaca, menerjemahkan dan menjelaskan sepintas lalu.
Menurut beliau, sistem ini diumpamakan seperti naik
bus pada malam hari yang kita lihat hanayalah jalan yang disorot lampu bus
saja.
Kedua sistem madrasah, sistem ini tidak ditekankan
untuk khatam kitab, tetapi ditekankan harus banyak diskusi.
Syekh Muhammad Waly berhasil mendidik murid-muridnya
menjadi ulama besar di Aceh Mupun Indonesia. Diantara murid-muridnya kemudian
mendirikan berbagai dayah yang cukup terkenal hingga kini.
Setelah berjuang untuk menyebarkan ilmu, memberantas
kufarat dan anti terhadap paham wahabiah, ulama Ahlusunnah Ash-Syafi’iah yang
bertarekad Naqsyabandiyah ini, meninggal pada 1 Syawal 1380 bertepatan degan 20
Maret 1961. Beliau dimakamkan di komplek dayah Labuhan Haji, Syeikh Muhammad
Waly meninggalkan lima orang isteri dan sejumlam putera-puteri yang meneruskan
perjuangannya memimpin Dayah Darussalam.
Murid dan karya beliau diantaranya:
Muridnya:
Ø
Tgk
H Abdullah Hanafiah Tanoh Mirah (pimpinan Dayah Darul Ulum Tanoh mirah
Bireuen).
Ø
Tgk
Abdul Aziz Bin Saleh (pimpinan Dayah Mudi Mesra Samalanga Bireuen).
Ø
Tgk
Muhammad Amin Arby (Tanjongan Samalanga Bireuen).
Ø
Tgk
H muhammad Amin (Tumin) Blang Bladeh (pimpinan Dayah Al-Madinatul Diniah
Babussalam Bireuen).
Ø
Tgk
H Muhammad Daud Zamzamy (pimpinan Dayah Radinatul Diniah Aceh Besar).
Ø
Tgk
Sheikh Shihabuddin Syah (Abu Keumala) (pimpinan Dayah Safinatussalamah Medan).
Ø
Tgk
Adnan Mahmud (pendiri Dayah Ashabul Yamin Bakongan)
Ø
Tgk
Syekh Marhaban Krueng Kalee (putera Syekh Hasan Krueng Kalee).
Ø
Tgk
Muhammad Isa Peudada.
Ø
Tgk
Jakfar Shiddiq Kutacane.
Ø
Tgk
Abubakar Sabil Meulaboh.
Ø
Tgk
Usman Fauzi Aceh Besar.
Ø
Tgk
Syekh Muhibuddin Waly.
Ø
Tgk
Syekh Jailani.
Ø
Tgk
Syekh Labai Saty Padang Panjang.
Ø
Tgk
Kamaruddin Lailon atau dikenal dengan sebutan Abu Kama Teunom.
Ø
Tgk
Jamaluddin Teupin Punti Aceh Utara.
Ø
Tgk
Syekh Ahmad Blang Nibong Aceh Utara.
Ø
Tgk
Syekh Ahmad Peureumbe Aceh Barat.
Ø
Tgk
Syekh Muhammad Daud Gayo.
Ø
Tgk
Syekh Ahmad Pidie.
Ø
Tuwanku
idrus Batu Basurek Bangkinang.
Ø Tgk Syekh Amin Umar Panton Labu.
Ø
Tgk
Syekh Nawawi Harahap Tapanuli.
Ø
Tgk
Syekh Usman Basyhah Langsa.
Ø
Tgk
Syekh Kamaruddin.
Ø
Tgk
Syekh Basyah Kamal Lhoong Aceh Besar.
Karya-karyanya:
Ø
Al-Fatwa (berisi kumpulan fatwa beliau mengenai persoalan
agama).
Ø
Tanwirul
Anwar (berisi
persoalan masalah aqidah).
Ø
Risalah
Adab Zikir Ismuz Zat
(sebuah karya dalam bentuk tanya jawab mengenai I’tiqad).
Ø
Intan
Permata (membahas
masalah tauhid).
Ref: Usamah
Tabloid Tabangun Aceh Edisi 17 September 2011
Edityng Tgk
Muhammad Ash-Shigly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar