Free Widgets

Selasa, 05 Juni 2012

COTOH TFSR ADABI

Nama                            : Muhammad
Nim                               : E63207003
Kelas                             : Akselerasi A
Dosen pembimbing       : DRA. Hj. CHAIRUL UMAMI, M.Hi
Mata kuliah                  : Mazaahib at-Tafsir
----------------------------------------------------------------------------------------
tafsir al-adabi wa al-ijtima`iy:
tafsir al-Adaby al-Ijtima’I adalah corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit masyarakat atau masalah-maslah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.
Corak penafsiran pada aliran tafsir ini meliputibeberapa hal pokok yaitu; pertama, memandang bahwa setiap surat merupakan satu kesatuan, ayat-ayatnya mempunyai hubungan yang serasi. Salah satu yang menonjol dalam tafsir ini adalah berusah membuktikan bahwa ayat-ayat dan surat dalam alQuran merupakan satu kesatuan yang utuh, sebab mustahil alQuran sebagai kalamullah tidak memeiliki relevansi dalam ayat-ayat dan surarnya.
Syaih Muhammad Abduh, tokoh utama aliran tafsir ini membuktikan hal tersebut, dengan memberi contoh pada ayat 1 dan 2 surat al-Fajr:
̍ôfxÿø9$#ur ÇÊÈ   @A$us9ur 9Žô³tã ÇËÈ  
demi fajar, dan malam yang sepuluh. (QS. al-Fajr [89] 1-2)

Menurut beliau, para mufassir tidak menjelaskan relevansi ayat tersebut karena menganggap tidak sejalan. Mereka memberi arti khusus, padahal kata al-faj dan layal mempunyai pengertian umum. Sebab apabiila alQuran menyebutkan waktu tertentu, maka diberi ciri atau sifat tertentu pula, misalnya yaum al-qiyamah, al-yaum amau’ud,laylat al-qadr, dan sebagainya. Jadi al-faj dan layal di atas menunjukkan waktu secara umum. Hubungan munasabah antara dua ayat tersebut terletak pada kesamaannya yakni fajar yang terbit dapat menggeser kegelapan malam dan akhirnya malam dikalahkan oleh terang yang merata. Dan layal ‘asyr adalah malam ke sepuluh (bulan kesepuluh) yang menghilamgkan kegelapan malam yang akhirnya dikalahkan oleh malam-malam berikutnya (yaitu malam bulan purnama).
Hubunan yang kedua yaitu dari segi fungsinya yang berbeda. Kalau al-fajr menggeser kegelapan malamakhirnya menjadi terang yang nyata, maka layal ‘asyr menghilangkan kegelapan malam tetapi lambat laun menjadi kegelapan yang merata. Demikianlah Muhammad Abduh mencari hubungan setiap ayat, dan disinilah kata beliau, salah satu letak ketinggian sastra bahasa arab Alquran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar